Minggu, 08 Desember 2013

TREND DAN ISSUE NEUROBEHAVIOR DALAM BIDANG PELAYANAN


Trend atau issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun global.
                Adapun salah satu trend dan issue penting yang menjadi perhatian dalam keperawatan jiwa, yaitu:  meningkatnya post traumatik sindrom.
                Sebagai contoh, saat terjadinya tsunami di Aceh, banyak orang yang terpapar dengan kejadian Traumatis baik yang mengalami, menyaksikan kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang sebenarnya dan mereka yang cedera serta yang dalam ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain. Respons yang terjadi berupa rasa takut yang kuat serta tidak berdaya, sedangkan bagi anak-anak apa yang mereka hadapi akan dieksperikan dengan perilaku yang kacau.
                Trauma itu merupakan sesuatu yang katastropik, yaitu trauma diluar rentang. Pengalaman trauma yang umum dialami manusia dalam kejadian sehari-hari. Pengalaman katastropik dalam berbagai bentuk, baik peperangan (memang sedang terjadi), pemerkosaan (banyak dialami sebagian wanita di Aceh), maupun bencana alam, (gempa dan bencana tsunami), sungguh mengerikan.
                Ini akan membuat mereka dalam keadaan stress berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang sedemikian. Dalam kriteria klinik seperti yang disusun dalam Diagnostic and Statical Manual Of Mental Disorder lll dan Lv serta Pedoman Pengggolongan dan Diagnosis gangguan jiwa lll di Indonesia menyatakan, gejala yang ditemukan pada mereka itu menggambarkan suatu yang stress yang terjadi berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Dengan demikian mereka menjadi manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akibat dan resultante akhir penderita ini akan menjadi tidak produktif, sehingga mereka menjadi manusia yang tanpa alasan selalu berusaha menghindar terhadap kejadian yang mirip, terutama terhadap kekerasan yang sebenarnya tidak akan terjadi. Mereka juga menjadi manusia yang selalu bermimpi menakutkan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya, tidur yang seharusnya akan membuat restorasi terhadap kondisi tubuh, namun yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka berada dalam keadaan lelah dan seakan berada dalam kondisi depresi. Mungkin saja mereka kan berperilaku atau merasa seakan-akan kejadian traumatis itu terjadi kembali, termasuk pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik dalam bentuk disosiatif.
Penelitian mutakhir tentang kajian trauma (trauma studies) mulai memahami bahwa trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat individual. Trauma muncul sebagai akibat dari saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan. Dalam konteks tsunami Aceh dan bencana-bencana besar lainnya di Indonesia, kompleksitas sosial dan kultural sangat penting mengingat bahwa masyarakat telah mengalami dan menjadi saksi berbagai macam kekerasan sejak berlangsungnya operasi keamanan di daerah ini. Oleh karena itu, pemahaman tentang trauma sebagai proses sosial dan sekaligus proses kejiwaan yang bersifat personal mutlak diperlukan untuk mencari jalan keluar dari lingkaran ingatan traumatis yang dialami oleh klien-klien yang mengalami yang mengalami bencana di seluruh penjuru Indonesia. Menariknya, Sigmund Freud sendiri pernah mengemukakan bahwa trauma adalah suatu ingatan yang direpresi. Dan, karena direpresi itulah maka trauma sering berlangsung secara tidak sadar dalam periode yang cukup lama. Guncangan psikologis yang disebabkan oleh ingatan mengerikan tentang gelombang tsunami, tentang mayat-mayat yang berserakan, dan tentang kehilangan banyak anggota keluarga sekaligus berpotensi untuk membentuk ingatan yang traumatis.
Perawat jiwa pada masa akan datang penting untuk menekuni kajian trauma, juga menggarisbawahi proses yang dalam studi psikologi sering disebut sebagai transference. Istilah ini merujuk pada ‚“transfer“ pengalaman traumatis yang terjadi dari orang yang secara fisik langsung mengalami peristiwa yang mengerikan kepada orang lain yang tak secara langsung mengalaminya. Freud memberi contoh bahwa psikoanalis juga dapat mengalami proses transference saat ia secara tak sadar melakukan identifikasi dengan korban trauma tersebut. Dori Laub, psikiater yang terlibat dalam pembuatan Shoah, mengatakan bahwa transference itu bisa terjadi saat psikoanalis, atau siapapun juga yang melakukan wawancara dengan korban.




Kesimpulan:
        Meningkatnya post traumatik sindrom, adalah salah satu Trend dan Issue Neurobehavior yang ada dibidang pelayanan. Trauma itu merupakan sesuatu yang katastropik, yaitu trauma diluar rentang  yang umum dialami manusia dalam kejadian sehari-hari, seperti  peperangan, pemerkosaan maupun bencana alam yang cenderung akan membuat mereka dalam keadaan stress berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang sedemikian.
          Trauma muncul sebagai akibat dari saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan ini menyebabkan mereka akan tampak seperti orang yang yang ketakutan dan depresi bahkan selalu merasa takut bahwa peristiwa tersebut akan terjadi kembali dalam kehidupan mereka. Karena trauma tersebut juga dapat menguncang psikologis seseorang yang menganggap peristiwa tersebut sebagai suatu pengalaman yang buruk sehingga terbawa ke alam mimpi yang mengganggu istirahat-tidur, bahkan sering berhalusinasi.  Berhalusinasi merupakan salah satu pemicu kelainan Neurokognitif.
        Oleh karena itu, sebagai perawat dalam melakukan tindakan keperawatan pada orang dengan trauma berat, harus benar-benar memahami teori trauma dimana seorang perawat harus dapat memahami bagaimana perasaan seseorang yang mengalami peristiwa itu secara langsung serta memahami tentang kemampuan Neurokognitifnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar